Skip to main content

ESSAY TENTANG HOTS PADA PEMBELAJARAN ABAD 21

Pembelajaran sains pada abad 21 memiliki tujuan dengan karakteristik 4C, yaitu; Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and Innovation. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh lebih dari 250 peneliti dari 60 institusi dunia yang tergabung dalam ATC21S (Assessment & Teaching of 21st Century Skills) mengelompokkan kecakapan abad 21 dalam 4 kategori, salah satunya adalah berpikir kritis (ATC21S, 2013). Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan dalam menggunakan pikiran untuk mengekplorasi ide dalam memahami suatu permasalahan, mengambil keputusan, memecahkan masalah dan dapat mengevaluasi permasalahan pada proses berpikir sebelumnya.
Sumber: http://www.leutikaprio.com/produk/10043/pendidikan/18011576/implementasi_higher_order_thinking_skills_hots_dalam_penilaian_kurikulum_2013/17128867/iis_suryatini_dan_anan_baehaqi

Apabila kita tinjau dari tujuan pembelajaran 4C sangat baik jika dappat dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas baik dilaksanakan di tingkat SD, SMP, dan SMA namun seblum dapat dilakukan maka ada beberapa hal yng perlu di persiapkan sebagai pendidik professional dan menjadi fasilitator yang baik, peserta didik yang selalu memberikan ide dan gagasan pada proses pembelajaran karna pada saat ini pembelajaran menggunakan pendekatan  student center yang artinya proses pembelajaran berpusat pada peserta didik selain itu aspek yng paling berpengaruh lain adalah sarana prasanaran, untuk itu bisa dikatakan ideal saat ketiga aspek tersebut tersedia dengan baik.  

Tuntutan kehidupan yang berkembang mempengaruhi ilmu pengetahuan pada abad ini, untuk menghadapi tuntutan abad 21 adalah melalui pengembangan kemampuan atau ketrampilan ketrampilan berfikir tingkat tinggi peserta didik. Menurut Pecka, Kotcherlakota, dan berger (2014:216) menyatakan bahwa higher order thinking skills adalah ketrampilan berfikir tingkat tinggi terdapat pada Taksonomi Bloom yang meliputi kemampuan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Sehubungan dengan itu, Craig (2011: 70) mengutarakan jika masalah pada abad 21 ialah higher order thinking skills dikarnakan permasalahan pada abad ke 21 tidak mudah untuk diselesaikan oleh peserta didik sehingga pemecahan masalah, tidak hanya hal-hal yang berhubungan dengan ingatan, hapalan, dan pengulangan, namun juga harus terlibat dalam pembelajaran atau tugas yang berkaitan dengan berbagai pemecahan masalah. Hal ini, higher order thinking adalah skills yang harus dimiliki oleh peserta didik pada pembelajaran abad ke 21 dengan harapan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dikemudian hari melalui kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu: menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. 

Implementasi higher order thinking skills dalam pengambilan keputusan dapat memunculkan kemampuan untuk berpikir secara reflektif, kreatif, menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan metakognitif  (Snyder dan Wiles, 2015: 4; Banning, 2006: 98), jika ditinjau dari hal lain, membuat peserta didik memiliki paradigma untuk mengembangkan karir, berprestasi dalam belajar, mengembangkan social skills, bertanggung jawab, kontrol diri, kerja keras dan kreatif, menyelesaikan masalah, serta mampu untuk membuat keputusan dan rencana (Wang dan Wang,2014: 182). Bedasarkan hal tersebut apabila peserta didik memiliki higher order thinking skills dapat berpikir secara reflektif, menyelesaikan masalah, berpikir kritis, berprestasi dalam belajar, mampu mengembangkan social skills, bertanggung jawab, kerja keras dan mampu membuat keputusan dan rencana. 

Indikator higher order thinking skills merujuk pada Anderson dan Krathwohl (2010: 101-102) meyatakan dimensi kognitif C4 – C6 untuk menjadi bagian berpikir tingkat tinggi, terdiri dari:
1.      C4 (menganalisis) yang terdiri dari proses kognitif seperti membedakan (menyendirikan, memilah, memilih, dan memfokuskan), mengorganisasi (menemukan koherensi, memadukan, membuat garis besar, mendeskripsikan peran, menstrukturkan), dan mengatribusikan (mendekonstruksi).
2.      C5 (mengevaluasi), yang terdiri memeriksa (mengoordinasi, mendeteksi, memonitor, dan menguji) dan mengkritik (menilai).
3.      C6 (mencipta), yang terdiri dari merumuskan (membuat hipotesis), merencanakan (mendesain), dan memproduksi (mengonstruksi).
Berdasarkan hal tersebut maka indikator higher order thinking skills adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta yang dapat diwujudkan dalam berbagai proses kognitif. 

Rendahnya hasil tes PISA tahun 2015 yang di presentasikan pada 6 Desember 2016. PISA Indonesia, terutama pada skala Sains, menduduki peringkat 64 dari 72 negara dan mendapatkan skor rata-rata 403 yang terbilang rendah jika dibandingkan dengan skor tertinggi yaitu Singapore 556 (PISA 2015) Salah satu pendorong untuk meningkatakan nilai PISA pada sains yaitu dengan melakukan inovasi dalam proses pembelajaran melalui pendekatan atau suatu sistem kerja salah satunya melalui Kerangka kerja TPACK pada materi koloid yang telah dikembangkan “cukup” mampu mendorong tercapainya HOTS siswa (Hayati, D. K., Sutrisno, S., & Lukman, A. 2014:60). Kemudian dari sisi lain melakukan studi banding ke Negara-negara yang memiliki nilai PISA tertinggi yaitu Singapore, dan Finlandia. 


https://www.bernas.id/52823-perlu-belajar-dari-finlandia-pelajari-5-alasan-mengapa-negara-ini-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia.html
Kemudian jika perhatikan pendidikan dibelahan dunia lainya seumpama Finlandia dengan Peringkat 5 dari 72 negara peserta PISA 2015, oleh Timothy D. Walker dalam bukunya Teach Like Finland yang sangat memperhatikan kesejahtraan guru dan peserta didik melalui pada saat istirahat menggunakan waktu bersantai sebelum ada kelas, memberikan tugas rumah dan penyelesaian tugas tidak lebih dari 30 menit, serta proses pembelajaran yng dilakukan berkisar 18 jam/minggu namun sangat efektif dalam prosesnya. jika hal demikian dapat dilakukan di sekolah-sekolah di jambi tentunya tidak akan menjadi beban bersama untuk persiapan guru sebagai fasilitator dan peserta didik dengan berbagai tugas rumahnya.  

Perubahan paradigma pendidikan di abad 21 mengharuskan suatu desain pembelajaran yang bersifat student center sehingga guru harus mengetahui bagaimana sifat perserta didiknya, dan mengetahui cara atau pendekatan yang tepat dalam melatihkan kemampuan yang menjadi tujuan dalam pendidikan saat ini. Dengan mengetahui bagaimana karakteristik peserta didik maka seorang guru akan dapat mendesain suatu pembelajaran yang efektif dan menarik. Sehingga guru yang dikatakan professional adalah guru yng menjadi patner/fasilitaor untuk bekerja sama dalam proses pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas, member kesempatan kepada peserta didik untuk mengekplorasi diri dan dapat mengembangankan minat pembelajaran sesuai dengan kurikulum dan turunan proses yng berada di RPP.  

Untuk itu pola HOTS Pada Pembelajaran Abad 21 secara optimis dapat dilaksanakan pada jenjang pendidikan di Indonesia, namun secara penggunaanya diimpementasikan untuk SD, SMP, dan SMA namun semakin rendah jenjang pendidikan maka indikatornya supaya disesuaikan dengan jenjang. Dengan harapan pendidikan akan semakin baik dan pembelajaran di kelas berjalan dengan maksimal.



Comments

Popular posts from this blog

ESSAY TENTANG FASILITAS BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Gambaran tentang Fasilitas Belajar Seberapa pentingnya fasilitas belajar dalam proses pembelajaran? Tidak dapat dipungkiri bahwa Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Untuk itu fasilitas belajar merupakan modal awal untuk mencerdaskan siswa dan sebagai pendorong motivasi dalam belajar. Menurut Popi Sopiatin (2010) Fasilitas belajar adalah merupakan sarana dan prasarana yang harus tersedia untuk melancarkan kegiatan pendidikan di sekolah. Sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabotan yang secara langsung digunakan untuk proses pendidikan di sekolah, meliputi gedung, ruang belajar/kelas, media belajar, meja dan kursi. Sedangkan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, meliputi halaman sekolah, taman sekolah, dan jalan menuju ke sekolah. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas belajar bermasud agar pengajaran kepada siswa dapatberjalan dengan lancar, teratur, ef...

Pendapat Tentang fasilitas belajar menentukan hasil belajar siswa?

Secara pribadi saya menyatakan bahwa pro terhadap fasilitas belajar menentukan hasil belajar siswa diawali dengan merujuk Popi Sopiatin (2010) yang menyatakan bahwa Fasilitas belajar adalah merupakan sarana dan prasarana yang harus tersedia untuk melancarkan kegiatan pendidikan di sekolah. Sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabotan yang secara langsung digunakan untuk proses pendidikan di sekolah, meliputi gedung, ruang belajar/kelas, media belajar, meja dan kursi. Sedangkan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, meliputi halaman sekolah, taman sekolah, dan jalan menuju ke sekolah. Lebih luas fasilitas dpat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha yang dapat memudahkan dan melancarkan usaha ini dapat berupa benda maupun uang. Jadi dalam hal ini fasilitas dapat disamakan dengan sarana (Arikunto, 2008). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fasili...